SISTEM PEMBAYARAN
Sistem Pembayaran merupakan
sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke
pihak lain. Media yang digunakan untuk pemindahan nilai uang tersebut sangat
beragam, mulai dari penggunaan alat pembayaran yang sederhana sampai pada
penggunaan sistem yang kompleks dan melibatkan berbagai lembaga berikut aturan
mainnya. Kewenangan mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran di
Indonesia dilaksanakan oleh Bank Indonesia yang dituangkan dalam Undang Undang
Bank Indonesia.
Lets watch :
https://www.youtube.com/watch?v=z7ZLQOn7YYI
Lets watch :
https://www.youtube.com/watch?v=z7ZLQOn7YYI
Dalam menjalankan mandat tersebut, BI mengacu pada empat prinsip kebijakan sistem pembayaran, yakni keamanan, efisiensi, kesetaraan akses dan perlindungan konsumen. Aman berarti segala risiko dalam sistem pembayaran seperti risiko likuiditas, risiko kredit, risiko fraud harus dapat dikelola dan dimitigasi dengan baik oleh setiap penyelenggaraan sistem pembayaran. Prinsip efisiensi menekankan bahwa penyelanggaran sistem pembayaran harus dapat digunakan secara luas sehingga biaya yang ditanggung masyarakat akan lebih murah karena meningkatnya skala ekonomi. Kemudian prinsip kesetaraan akses yang mengandung arti bahwa BI tidak menginginkan adanya praktek monopoli pada penyelenggaraan suatu sistem yang dapat menghambat pemain lain untuk masuk. Terakhir adalah kewajiban seluruh penyelenggara sistem pembayaran untuk memperhatikan aspek-aspek perlindungan konsumen. Sementara itu dalam kaitannya sebagai lembaga yang melakukan pengedaran uang, kelancaran sistem pembayaran diejawantahkan dengan terjaganya jumlah uang tunai yang beredar di masyarakat dan dalam kondisi yang layak edar atau biasa disebut clean money policy.
Apa itu Sistem Pembayaran/ SP?
Sistem Pembayaran/ SP adalah
sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme yang dipakai
untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul
dari suatu kegiatan ekonomi. Lantas, apa saja komponen dari SP? Sudah barang
tentu harus ada alat pembayaran, ada mekanisme kliring hingga penyelesaian
akhir (settlement). Nah, selain itu juga ada komponen lain seperti lembaga yang
terlibat dalam menyelenggarakan sistem pembayaran. Termasuk dalam hal ini
adalah bank, lembaga keuangan selain bank, lembaga bukan bank penyelenggara
transfer dana, perusahaan switching bahkan hingga bank sentral (lihat
Perkembangan).
Evolusi Alat Pembayaran
Alat pembayaran boleh dibilang
berkembang sangat pesat dan maju. Kalau kita menengok kebelakang yakni awal
mula alat pembayaran itu dikenal, sistem barter antarbarang yang
diperjualbelikan adalah kelaziman di era pra moderen. Dalam perkembangannya,
mulai dikenal satuan tertentu yang memiliki nilai pembayaran yang lebih dikenal
dengan uang. Hingga saat ini uang masih menjadi salah satu alat
pembayaran utama yang berlaku di masyarakat. Selanjutnya alat pembayaran terus
berkembang dari alat pembayaran tunai (cash based) ke alat pembayaran nontunai
(non cash) seperti alat pembayaran berbasis kertas (paper based), misalnya, cek
dan bilyet giro. Selain itu dikenal juga alat pembayaran paperless seperti
transfer dana elektronik dan alat pembayaran memakai kartu (card-based) (ATM,
Kartu Kredit, Kartu Debit dan Kartu Prabayar).
Alat Pembayaran Tunai
Alat pembayaran tunai lebih
banyak memakai uang kartal (uang kertas dan logam). Uang kartal masih memainkan
peran penting khususnya untuk transaksi bernilai kecil. Dalam masyarakat moderen
seperti sekarang ini, pemakaian alat pembayaran tunai seperti uang kartal
memang cenderung lebih kecil dibanding uang giral. Pada tahun 2005,
perbandingan uang kartal terhadap jumlah uang beredar sebesar 43,3 persen.
Namun patut diketahui bahwa
pemakaian uang kartal memiliki kendala dalam hal efisiensi. Hal itu bisa
terjadi karena biaya pengadaan dan pengelolaan (cash handling) terbilang mahal.
Hal itu belum lagi memperhitungkan inefisiensi dalam waktu pembayaran.
Misalnya, ketika Anda menunggu melakukan pembayaran di loket pembayaran yang
relatif memakan waktu cukup lama karena antrian yang panjang. Sementara itu,
bila melakukan transaksi dalam jumlah besar juga mengundang risiko seperti
pencurian, perampokan dan pemalsuan uang.
Menyadari ketidak-nyamanan dan
inefisien memakai uang kartal, BI berinisiatif dan akan terus mendorong untuk
membangun masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai atau Less
Cash Society (LCS).
Alat Pembayaran Non Tunai
Alat
pembayaran nontunai sudah berkembang dan semakin lazim dipakai masyarakat.
Kenyataan ini memperlihatkan kepada kita bahwa jasa pembayaran nontunai yang
dilakukan bank maupun lembaga selain bank (LSB), baik dalam proses pengiriman
dana, penyelenggara kliring maupun sistem penyelesaian akhir (settlement) sudah
tersedia dan dapat berlangsung di Indonesia. Transaksi pembayaran nontunai
dengan nilai besar diselenggarakan Bank Indonesia melalui sistem BI-RTGS (Real
Time Gross Settlement) dan Sistem Kliring. Sebagai informasi, sistem BI-RTGS
adalah muara seluruh penyelesaian transaksi keuangan di Indonesia.
Bisa
dibayangkan, hampir 95 persen transaksi keuangan nasional bernilai besar dan
bersifat mendesak (urgent) seperti transaksi di Pasar Uang AntarBank (PUAB),
transaksi di bursa saham, transaksi pemerintah, transaksi valuta asing (valas)
serta settlement hasil kliring dilakukan melalui sistem BI-RTGS. Pada tahun
2010, BI-RTGS melakukan transaksi sedikitnya Rp174,3 triliun per hari.
Sedangkan transaksi nontunai dengan alat pembayaran menggunakan kartu (APMK)
dan uang elektronik masing-masing nilai transaksinya hanya Rp8,8 triliun per
hari yang dilakukan bank atau LSB.
Melihat pentingnya peran BI-RTGS dalam sistem pembayaran nasional, sudah barang tentu harus dijaga kontinuitas dan stabilitasnya. Bila sesaat saja sistem BI-RTGS ini ngadat atau mengalami gangguan jelas akan sangat menganggu kelancaran dan stabilitas sistem keuangan di dalam negeri. Hal itu belum memperhitungkan dampak material dan nonmaterial dari macetnya sistem BI-RTGS tadi. Untuk itulah BI sangat peduli menjaga stabilitas BI-RTGS yang dikategorikan sebagai Systemically Important Payment System (SIPS). SIPS adalah sistem yang memproses transaksi pembayaran bernilai besar dan bersifat mendesak (urgent).Adalah wajar saja apabila Bank Indonesia sangat peduli menjaga kestabilan SIPS dengan mengelola risiko, desain, kehandalan teknologi, jaringan pendukung dan aturan main dalam SIPS. Selain SIPS dikenal pula System Wide Important Payment System (SWIPS), yaitu sistem yang digunakan oleh masyarakat luas. Sistem Kliring dan APMK termasuk dalam kategori SWIPS ini. BI juga peduli dengan SWIPS karena sifat sistem yang digunakan secara luas oleh masyarakat. Apabila terjadi gangguan maka kepentingan masyarakat untuk melakukan pembayaran akan terganggu pula, termasuk kepercayaan terhadap sistem dan alat-alat pembayaran yang diproses dalam sistem.
Perlu
diketahui bahwa BI bukan semata peduli akan terciptanya efisiensi dalam sistem
pembayaran, tapi juga kesetaraan akses hingga ke urusan perlindungan konsumen.
Yang dimaksud terciptanya sistem pembayaran, itu artinya memberi kemudahan bagi
pengguna untuk memilih metode pembayaran yang dapat diakses ke seluruh wilayah
dengan biaya serendah mungkin. Sementara yang dimaksud dengan kesetaraan akses,
BI akan memperhatikan penerapan asas kesetaraan dalam penyelenggaraan sistem
pembayaran. Sedangkan aspek perlindungan konsumen dimaksudkan penyelenggara
wajib mengadopsi asas-asas perlindungan konsumen secara wajar dalam
penyelenggaraan sistemnya.
Komentar
Posting Komentar